Hari ini pengumuman duta IYC dari masing-masing provensi yang akan di
bawa ke Jakarta. Detik-detik menunggu pengumuman, aku iseng membuka jejaring
sosial facebook untuk mengurangi rasa deg-deganku menunggu pengumuman. Ketika
ku lihat, di posisi paling atas halaman berandaku, nampak sebuah foto yang mengingatkanku
akan sebuah kisah masa laluku. Kisah dimana aku hanya sebagai seorang figuran
di dalam hidup seseorang yang sangat ku cintai. Kisah yang ternyata selama ini
telah mulai terlupakan olehku. Kisah yang sangat ingin aku akhiri dengan happy
ending. Kisah tentang cinta yang tak akan bisa aku dapatkan selama-lamanya.
Kisahku berawal dari
sini......
“Nenek...nenekk..neekkk”
panggilku dari arah dapur.
“iya Tita, kenapa
sih teriak-teriak?” nenek berjalan menuju dapur.
“nek, ikannya
hampir gosong nie... aku gak berani angkat ikannya” jawabku sambil berjalan
mundur dari depan kompor.
“yahh...dasar udah
segede gini masih aja belum bisa goreng ikan,, ya udah sini biar nenek aja yang
goreng. Kamu bantu kupas bawang aja sana” nenek sedikit mengomel karena sampai
SMP kelas 3 gini aku belum bisa goreng ikan. Habis, goreng ikan itu bagaikan
sedang berperang. Dimana kita harus tetap siap siaga agar tidak terkena
percikan dari minyak goreng panas yang muncerat kemana-mana. Yah kalo bisa
harus pake baju pelindung dan bawa senjata untuk berperang wkwkwkw, celemek
bisa dijadikan sebagai baju perang dan sotil bisa jadi senjatanya hahaha. Nanti
ketika cipratan minyak goreng panas itu datang tinggal di tangkis menggunakan
sutil yang sudah siap siaga di tangan. Hee hayalan tingkat tinggi gue kambuh,
maklum lah yaa aku sedang dalam masa-masa yang di sebut dengan masa alay bin
labil, makanya jadi kayak gini. Okee kembali ke cerita awal yaaakkkk.....
“oke nekk,,
cipcipcip. Oh ya nek, yang tadi tu siapa?” tanya ku penasaran dengan seseorang
yang baru saja menemui nenek.
“ohh itu anaknya
Buk Nana, yang biasanya nenek garapin sawahnya itu” jawab nenek singkat.
“kayaknya dia
seumuran sama aku nek,, dia sekolah dimana?” tanyaku mencari obrolan.
“iya, dia emang
seumuran sama kamu, kalo gak salah dia sekolah di SMPN 1 Praya yang paling
bagus itu loo ta” aku sedikit tersinggung dengan ucapan nenek yang mengatakan
kalo SMP sebelahlah yang paling bagus.
“SMPN 2 Praya juga
bagus nek, gak kalah tuh dengan SMP sebelah, disana lebihnya cuma karena lebih
banyak diminati sama anak-anak orang kaya tapi kalo masalah prestasi, sekolahku
gak kalah kok” balasku menggerutu.
“iya deh iya,
sekolahnya cucuku juga bagus tapi lebih bagus SMPN 1 Praya” jawab nenek terus
menggodaku.
“neneeeeeekkkkk
kejaaammm” teriakku di dapur membuat seisi rumah mendengar suaraku yang
cempreng ini.
Hari
ini adalah pertama kalinya aku melihatnya, namun saat ini belum ada perasaan
apa-apa yang tumbuh dalam hati ini. Karena ini bukan kisah tentang cinta pandangan pertama yang menurut aku alay
bingitt, mana ada baru pertama kali ketemu udah jatuh cinta. Yaaah itu mah
bukan cinta namanya tapi suka pada pandangan pertama, benerkan sobat?.
@ @
@
Sebulan
yang lalu adalah pengumuman kelulusan. Dan saat ini aku dan bapak sedang duduk
mangantri untuk melakukan pendaftaran ulang di SMA Negeri yang paling aku
hindari sejak di SMP dulu. Menurutku masuk ke SMA ini terlalu ketat dan susah
karena harus bersaing dengan anak-anak pintar dari berbagai sekolah SMP/Mts
dari seluruh penjuru Kabupaten Lombok Tengah bahkan mungkin ada dari luar
daerah yang sangat ingin masuk ke sekolah ini. Tahu kenapa? Karena SMA ini
adalah SMA terpavorit di seluruh Lombok Tengah. Namanya SMAN 1 Praya, yahh
cocoklah dengan namanya. Sekolah ini merupakan sekolah yang selalu menjadi
nomer satu juga di setiap lomba maupun kegiatan antar sekolah. Yah gak heran
kalau sekolah ini selalu menjadi incaran nomer satu oleh anak-anak yang baru
lulus SMP. Tapi itu tidak berlaku buat aku. Malah aku sangat sangat menolak
untuk masuk ke sekolah ini.
“tuh lihat, besok
mereka yang akan menjadi teman-temanmu” kata bapak membuyarkan lamunanku. Dalam
hati aku terus memberontak untuk tidak masuk ke sekolah ini, namun apa daya aku
tidak sanggup membantah perkataan bapak dan mamak yang sangat ingin melihatku
melanjutkan SMA di sekolah ini.
“tapi disini Tita
gak punya temen pak, Laras gak jadi masuk disini karena bayarannya yang terlalu
mahal” jawabku sedih mengingat sahabatku tidak bisa memasuki sekolah yang sama
denganku karena terbentur oleh biaya.
“tapikan masih ada
yulia yang masuk disini” jawab bapak seakan tidak memberikanku celah untuk
membuat alasan lagi.
“tapi Tita gak
terlalu deket sama Yulia pak, dia juga palingan sama temen-temen barunya saja
entar, terus Tita di tinggalin” jawabku dengan mata yang berbinar.
“Tita, gak ada
alasan lagi. Kamu harus masuk disini, semua usahamu selama seleksi akan sia-sia
kalau kamu mundur di tahap terakhir ini” balas bapak membuatku tidak bisa
berkata apa-apa lagi. Memang benar perkataan bapak tadi. Selama seminggu penuh
aku mengikuti tes seleksi untuk masuk di sekolah ini. Namun waktu itu aku cuma
iseng ikut-ikutan saja karena ingin menemani Laras yang sangat ingin masuk ke
sekolah ini. Dan ketika pengumuman tiba, ternyata aku dan Laras sama-sama di
terima di sekolah ini. Itulah pertamakalinya aku sangat ingin sekolah di SMA
ini. Namun sebuah berita yang sangat tidak pernah aku sangka-sangka ternyata
aku terima pagi harinya ketika akan berangkat ke SMAN 1 Praya untuk melakukan
pendaftaran ulang, bahwa sahabatku Laras tidak bisa melakukan pendaftaran ulang
karena terkendala masalah biaya pendaftaran ulang yang cukup mahal untuk orang
biasa seperti kami. Sepanjang jalan menuju SMAN 1 Praya, aku terus menangis
karena tidak bisa menerima kenyataan bahwa aku akan berpisah dengan sahabatku.
Dan bapak terus memarahiku karena aku tidak mau berhenti menangis.
Aku yang sejak tadi
masih memikirkan bagaimana keadaan Laras saat ini berbuyar oleh panggilan
bapak. Yah.. sekarang sudah giliran kami untuk melakukan pendaftaran ulang. Aku
masih saja tampak acuh ketika melakukan pendaftaran ulang. (Biarlah bapak yang mengurus semuanya), pikirku. Sampai mataku
terpaku pada sesosok orang yang sepertinya aku kenal. (perasaan pernah liat deh tu orang, tapi dimana ya??), aku terus
bergulat di dalam pikiranku mencari jawaban.
“ah..biarlah, toh
gak penting siapa dia” setelah capek mencari jawabannya, aku tetap saja tak
dapat menemukannya dan akhirnya aku menyerah.
Bersambung......