Sabtu, 04 Oktober 2014

Cerbung Hime : Cinta ini memang benar



Hari ini pengumuman duta IYC dari masing-masing provensi yang akan di bawa ke Jakarta. Detik-detik menunggu pengumuman, aku iseng membuka jejaring sosial facebook untuk mengurangi rasa deg-deganku menunggu pengumuman. Ketika ku lihat, di posisi paling atas halaman berandaku, nampak sebuah foto yang mengingatkanku akan sebuah kisah masa laluku. Kisah dimana aku hanya sebagai seorang figuran di dalam hidup seseorang yang sangat ku cintai. Kisah yang ternyata selama ini telah mulai terlupakan olehku. Kisah yang sangat ingin aku akhiri dengan happy ending. Kisah tentang cinta yang tak akan bisa aku dapatkan selama-lamanya.
Kisahku berawal dari sini......

“Nenek...nenekk..neekkk” panggilku dari arah dapur.
“iya Tita, kenapa sih teriak-teriak?” nenek berjalan menuju dapur.
“nek, ikannya hampir gosong nie... aku gak berani angkat ikannya” jawabku sambil berjalan mundur dari depan kompor.
“yahh...dasar udah segede gini masih aja belum bisa goreng ikan,, ya udah sini biar nenek aja yang goreng. Kamu bantu kupas bawang aja sana” nenek sedikit mengomel karena sampai SMP kelas 3 gini aku belum bisa goreng ikan. Habis, goreng ikan itu bagaikan sedang berperang. Dimana kita harus tetap siap siaga agar tidak terkena percikan dari minyak goreng panas yang muncerat kemana-mana. Yah kalo bisa harus pake baju pelindung dan bawa senjata untuk berperang wkwkwkw, celemek bisa dijadikan sebagai baju perang dan sotil bisa jadi senjatanya hahaha. Nanti ketika cipratan minyak goreng panas itu datang tinggal di tangkis menggunakan sutil yang sudah siap siaga di tangan. Hee hayalan tingkat tinggi gue kambuh, maklum lah yaa aku sedang dalam masa-masa yang di sebut dengan masa alay bin labil, makanya jadi kayak gini. Okee kembali ke cerita awal yaaakkkk.....
“oke nekk,, cipcipcip. Oh ya nek, yang tadi tu siapa?” tanya ku penasaran dengan seseorang yang baru saja menemui nenek.
“ohh itu anaknya Buk Nana, yang biasanya nenek garapin sawahnya itu” jawab nenek singkat.
“kayaknya dia seumuran sama aku nek,, dia sekolah dimana?” tanyaku mencari obrolan.
“iya, dia emang seumuran sama kamu, kalo gak salah dia sekolah di SMPN 1 Praya yang paling bagus itu loo ta” aku sedikit tersinggung dengan ucapan nenek yang mengatakan kalo SMP sebelahlah yang paling bagus.
“SMPN 2 Praya juga bagus nek, gak kalah tuh dengan SMP sebelah, disana lebihnya cuma karena lebih banyak diminati sama anak-anak orang kaya tapi kalo masalah prestasi, sekolahku gak kalah kok” balasku menggerutu.
“iya deh iya, sekolahnya cucuku juga bagus tapi lebih bagus SMPN 1 Praya” jawab nenek terus menggodaku.
“neneeeeeekkkkk kejaaammm” teriakku di dapur membuat seisi rumah mendengar suaraku yang cempreng ini.
Hari ini adalah pertama kalinya aku melihatnya, namun saat ini belum ada perasaan apa-apa yang tumbuh dalam hati ini. Karena ini bukan kisah tentang  cinta pandangan pertama yang menurut aku alay bingitt, mana ada baru pertama kali ketemu udah jatuh cinta. Yaaah itu mah bukan cinta namanya tapi suka pada pandangan pertama, benerkan sobat?.
@    @    @
Sebulan yang lalu adalah pengumuman kelulusan. Dan saat ini aku dan bapak sedang duduk mangantri untuk melakukan pendaftaran ulang di SMA Negeri yang paling aku hindari sejak di SMP dulu. Menurutku masuk ke SMA ini terlalu ketat dan susah karena harus bersaing dengan anak-anak pintar dari berbagai sekolah SMP/Mts dari seluruh penjuru Kabupaten Lombok Tengah bahkan mungkin ada dari luar daerah yang sangat ingin masuk ke sekolah ini. Tahu kenapa? Karena SMA ini adalah SMA terpavorit di seluruh Lombok Tengah. Namanya SMAN 1 Praya, yahh cocoklah dengan namanya. Sekolah ini merupakan sekolah yang selalu menjadi nomer satu juga di setiap lomba maupun kegiatan antar sekolah. Yah gak heran kalau sekolah ini selalu menjadi incaran nomer satu oleh anak-anak yang baru lulus SMP. Tapi itu tidak berlaku buat aku. Malah aku sangat sangat menolak untuk masuk ke sekolah ini.
“tuh lihat, besok mereka yang akan menjadi teman-temanmu” kata bapak membuyarkan lamunanku. Dalam hati aku terus memberontak untuk tidak masuk ke sekolah ini, namun apa daya aku tidak sanggup membantah perkataan bapak dan mamak yang sangat ingin melihatku melanjutkan SMA di sekolah ini.
“tapi disini Tita gak punya temen pak, Laras gak jadi masuk disini karena bayarannya yang terlalu mahal” jawabku sedih mengingat sahabatku tidak bisa memasuki sekolah yang sama denganku karena terbentur oleh biaya.
“tapikan masih ada yulia yang masuk disini” jawab bapak seakan tidak memberikanku celah untuk membuat alasan lagi.
“tapi Tita gak terlalu deket sama Yulia pak, dia juga palingan sama temen-temen barunya saja entar, terus Tita di tinggalin” jawabku dengan mata yang berbinar.
“Tita, gak ada alasan lagi. Kamu harus masuk disini, semua usahamu selama seleksi akan sia-sia kalau kamu mundur di tahap terakhir ini” balas bapak membuatku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Memang benar perkataan bapak tadi. Selama seminggu penuh aku mengikuti tes seleksi untuk masuk di sekolah ini. Namun waktu itu aku cuma iseng ikut-ikutan saja karena ingin menemani Laras yang sangat ingin masuk ke sekolah ini. Dan ketika pengumuman tiba, ternyata aku dan Laras sama-sama di terima di sekolah ini. Itulah pertamakalinya aku sangat ingin sekolah di SMA ini. Namun sebuah berita yang sangat tidak pernah aku sangka-sangka ternyata aku terima pagi harinya ketika akan berangkat ke SMAN 1 Praya untuk melakukan pendaftaran ulang, bahwa sahabatku Laras tidak bisa melakukan pendaftaran ulang karena terkendala masalah biaya pendaftaran ulang yang cukup mahal untuk orang biasa seperti kami. Sepanjang jalan menuju SMAN 1 Praya, aku terus menangis karena tidak bisa menerima kenyataan bahwa aku akan berpisah dengan sahabatku. Dan bapak terus memarahiku karena aku tidak mau berhenti menangis.
Aku yang sejak tadi masih memikirkan bagaimana keadaan Laras saat ini berbuyar oleh panggilan bapak. Yah.. sekarang sudah giliran kami untuk melakukan pendaftaran ulang. Aku masih saja tampak acuh ketika melakukan pendaftaran ulang. (Biarlah bapak yang mengurus semuanya), pikirku. Sampai mataku terpaku pada sesosok orang yang sepertinya aku kenal. (perasaan pernah liat deh tu orang, tapi dimana ya??), aku terus bergulat di dalam pikiranku mencari jawaban.
“ah..biarlah, toh gak penting siapa dia” setelah capek mencari jawabannya, aku tetap saja tak dapat menemukannya dan akhirnya aku menyerah.

Bersambung......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar